Kemarin pagi, gue dapet uang jajan tambahan dalam bentuk Ibu gue muntab-muntab marah gak karuan. Hmm. Dari situ gue ambil pelajaran kalo dimarahin pagi-pagi itu gak enaknya 2 kali ipat dimarahin waktu siang hari. Bisa bikin uoyr mood at that day corny down banget. Bener-bener nggak enak.
Oke. Sejauh ini, udah nggak keitung berapa banyak Ibu dan Bapak gue marah marah. Gak gue itung karena nggak penting. Tapi, gue hapal betul bagaimana gaya alias style mereka dalam marah-marah. Setidaknya gue hapal di gimmick, ekspresi, vocal suara, tone, dan gerakan lain yang mendukung, semisal tangan geregetan.
Dari situ, gue mau nulis perbedaan antara marahnya Random Bapak dan marahnya Random Ibu. Berbekal contoh dari Orang tua gue sendiri. Lets write, you read.
Dari gaya alias style, jelas kaum Bapak-Bapak adalah pemenangnya. Bakat alami marah ada pada mereka. Kekar, suara berwibawa, tangan berotot buat nampar. Mereka emang pemarah alamiah. Fase marah merekapun sederhana; pengenalan masalah, nyeloteh gak karuan, suara dikerasin, menggertak, dan kalo udah kelewatan pakai tangan atau kaki, terakhir ending. Endingnya sad, marah, atau si anak kabur dari rumah. With it all, Bapak-Bapak adalah pemarah kelas kakap yang ditakutin.
Sedangkan Ibu, walaupun tak mempunyai kemampuan dasar yang baik untuk seorang pemarah, mereka punya senjata andalan yang lebih ampuh daripada milik Bapak-Bapak. Mereka punya hati. Fase marah mereka adalah; pengenalan masalah, ngomel-ngomel (yang kadang gak nyambung), bawa codet lempar ke kita, kalo masih ngeyel dan si anak belum sadar, Ibu punya senjata andalan yaitu menangis sesenggukan.
Iyaa. Ini yang gue sebut senjata andalan. Gue jamin, anak sebandel dan sekeras apapun gak pernah tega untuk melihat Ibunya menangis karena ulah dia. Hmm. Pukulan fisik sekeras apapun dari Bapak-Bapak masih bisa ditahan, tapi Ibu menangis? woooo itu masalah yang pelik banget. Dan iyaa, kadang si anak justru lebih gampang sadar kalo dimarahi oleh Ibu. Ibu penyadar tanpa kontak fisik terbaik. Ibu menyentuh hati si anak. Hmm, bakat alamiah Ibu adalah pendekatan dengan anaknya sendiri.
Hmmm…
LOVE YOU MOM.
So far for the reason up there. Urusan style dalam marah marah jatuh kepada Bapak-Bapak. Sedangkan yang paling ciamik menyadarkan adalah kaum Ibu-Ibu. ๐
Bagi gue pribadi, dan banyak anak lain di dunia, nangisnya Ibu karena tingkah kita yang gak sesuai harapannya lebih sakit daripada pukulan sekeras apapun dari Bapak. Thats the theorema. You got it?
Tapi, gue tetap aja bingung sama Ibu-Ibu waktu marah. Mereka terkadang menyangkut-pautkan hal lain di luar konteks marah karena apa. Mungkin ini bakat alamiah lain dari seorang wanita: bawel. Hmm, Ibu gue, kemarin gue targetin marahnya 15 menit, ehh ternayata melebar menjadi 30 menit. Dan akhirnyaa, telatlah saya masuk sekolah.
Contoh dari menyangkut-pautkan hal yang nggak nyambung itu adalah membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain yang dirasa dia baik. Itu najis banget bagi gue.
“Tuh Ar, liat si Dian. Anaknya rajin, solat terus, khatam 3 kali, pinter. GAK KAYAK KAMU!” tentunya denga tangan menunjuk-nunjuk kita. Buhh. Mom, its so dramatisiran aja. Efek sesaat.
Hmm. Wooo haa. Its enough to this topic. Seharusnya ini dipostkan kemarin. Tapi, mengingat PLN yang listriknya kena ujan dikit kayak kancut baru sekarang di-publish.
***
Beralih ke topik lain.
Sekarang gue udah punya laptop sendiri. Komputer juga ada. Tapi, ada cerita suram dari komputer gue. Dia gagal pindah SO dari windows ke linux. Gue coba-coba kali aja bisa, ehh, kancut, enggak bener juga akhirnya. Dasar. Malah sekarang di bawa ke tempat reparasi dan keluar biaya. Dasar dua kali.
Laptop. Umm. Laptop Sony Vaio. Hasil satu tahun nulis di berbagai tempat, dan blog (yang sekarang udah bapuk) yang dulu. Hmm. Dulu gue pikir, punya laptop itu enak. Berasa keren gitu. Nongkrong depan Suzuki situ, pesen wedang jahe, gorengan, wi-fian sampe mampus. Alesan lain adalah biar berguna aja. Eh, dasar cowok kagak bener. Dari Vaio dan internet gue malah kenal nama seperti Rola Takizawa, Erika Kirihara, Yumi Sugimoto. Dan lain lain. Hmmm. Bapuk.
Oke. Enough.