Tag: Australia

  • 24 September lalu, Pagi-pagi Perdana Menteri Australia Scott Morrison, menulis kolom yang kemudian terbit di Kompas, “Kerja Sama Australia – Indonesia Untuk Masa Depan“. Isinya tentang harapan untuk penguatan kerjasama di berbagai bidang, seperti, perdagangan, pendidikan, kemitraan universitas, pendidikan teknis dan kejuruan. Di akhir tulisan, Scott Morrison dengan gamblang menyebut, “Australia tidak memiliki mitra lebih penting lain di kawasan selain Indonesia”.

  • Berhubung hari ini kuliah perdana semester enam dilaksanakan, bacaan minggu ini dan minggu-minggu ke depan mungkin buku-buku serius yang berkaitan dengan studi saya: hubungan internasional. Sebagai pemanasan saya membaca fotokopian buku — yang saya lupa judul sekaligus pengarangnya, maaf, tentang sejarah negara Australia dan Pasifik, saya baru sampai pada sejarah suku Aborigin yang menurun populasinya pasca kedatangan orang-orang Eropa.

    When Europeans began to settle Australia, there were perhaps 300,000 to 500,000 Aborigines throughout the entire continent. Nobody knows for sure how many there were. Very quickly, their numbers declined for about 60,000 by 1930. They had been completely wiped out from Tasmania by 1835. However, descendents of Aboriginal Tasmanian [Palawa] mothers and European fathers retained the Aboriginal culture. They remain an important force. For example, in 1981, their protests prevented the construction of a dam that would have flooded traditionally sacred sites.

    Europeans expected the Aborigines simply to disappear from the area, to go do their hunting and gathering elsewhere. Because the Aborigines were not farmers and did not own land outright as Europeans did, the settlers believed that no one owned the land. They simply took it for their ownl uses, and they reinforced their land ownership with fences.

    The Aborigines’ ties to the land went far deeper than just hunting the animals and gathering plant food. One piece of land was not just as good as another, for the Aborigines’ whole way of life, including their belief system, was tied to a particular place. As Europeans migrated inland, they disrupted the estates in which the Aborigines traveled. In doing so, they tore from the Aborigines their whole identitiy and sense of place. They also destroyed the resources that sustained the Aborigine peoples.

    Bahasan yang menari karena, bisa dikatakan orang-orang Eropa – terutama tahanan Inggris Raya kala itu – justru mendiskriminasi suku Aborigin, yang merupakan penduduk asli yang ada di Australia.

     

  • Ini adalah jawaban soal individu pada mata kuliah Studi Kawasan Australia. Tugas ini harus dikumpulkan pada hari kamis, hari itu saya berhalangan hadir. Telat mengumpulkan berimbas pada deadline yang wajib mengikuti perintah dosen, yaitu minggu pukul 03.00 dini hari. Bisa dibilang jawabannya jauh dari optimal.

    Hanya ada lima pertanyaan dalam soal itu, tapi jawabannya menghabiskan empat lembar halaman A4. Sisi positifnya, saya bisa sedikit belajar dari referensi yang ada seputar negara persemakmuran Britannia Raya itu; soal peranan Gubernur Jenderal, pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di sana karena berbentuk federal, dan lain-lain. Jika ada yang ingin membacanya silakan unduh klik di sini [naskah dalam .docx].

    klik di sini.

  • My lecturer copied me a paper about history of Australia and Pacific, from a books. I have australian studies this semester. Which is good. My interests to Australia and Pacific’s country around came after their supports on West Papuan issue.

    A note;

    Europeans were not the only settlers in Australia and New Zealand in the 1800s. People from many lands came to Australia to look for gold, and New Zealand attracted people from Asia along with the Europeans. In the early 1900s, however, both countries began to restrict non-British immigration. “White Australia” was the policy, and New Zealand’s was similiar.

    In another view, Miftakhul Khalifah, my friend, told that Aborigins people, native ethnic in Australia, receives discrimination from European explorers. But, the discrimination itself more bold in 1788 when 750 convicts, 250 military guards led by Captain Arthur Phillips using eleven ships arrived in Australia. British government had solved the problem of its overcrowded prisons by shipping them to Australia. 

  • “Militer di mana pun di dunia ini harus melindungi martabat dan kewibawaan atasannya, terutama panglima tertinggi, apalagi ketika dijadikan bahan cemooh negara lain. Ini berarti semua orang tutup mulut menyelesaikan persoalannya dengan benar dalam tata krama internasional atau persiapkan diri terlibat dalam konflik luas seperti latihan-latihan yang selama ini dilakukan. Tanpa kesadaran ini, di tengah digitalisasi pemberitaan dan meluasnya partisipasi warga negara, insiden itu akan menjadi konflik meluas.” tulis Rene L. Pattiradjawane di koran Kompas pada 9 Januari 2017 berjudul ‘Dampak Insiden di Swanborne’.